Setelah dua partai pengusung (PDIP dan Gerindra) menetapkan nama Basuki Tjahaja Purnama atau akrab dipanggil dengan sebutan Ahok menjadi calon wakil Gubernur DKI Jakarta 2012-2017, banyak muncul peranyaan soal Siapa Ahok?
Berbagai macam pertanyaan memang ditujukan kepada sosok yang pernah meraih penghargaan sebagai penyelenggara negara yang anti korupsi oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan dan juga pernah dinobatkan sebagai tokoh yang mengubah Indonesia oleh majalah Tempo ini.
Beragam pertanyaan mengemuka mengenai sosok ayah tiga anak ini, beberapa pertanyaan krusial dan seringkali ditanyakan akan ditampilkan disini beserta jawaban dari langsung Ahok.
Apa alasan Ahok terjun ke politik?
Ada Beberapa alasan:
Pertama, di tahun 1995 saya mengalami sendiri pabrik saya ditutup karena melawan pejabat yang sewenang-wenang. Meski saya datang dari salah satu keluarga cukup berada di kampung, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saat itu bapak saya mengingatkan pada saya satu pepatah: orang miskin jangan lawan orang kaya, orang kaya jangan nantang pejabat. Saya sempat berpikir mau tinggal di luar negeri saja, tapi papa saya melarang dan mengatakan bahwa satu hari rakyat akan memilih saya untuk memperjuangkan nasib mereka. Jujur waktu itu saya tertawa di dalam hati.
Kedua, sejak kecil saya melihat bagaimana bapak saya dengan mudahnya membantu orang. Bahkan dia rela untuk berhutang demi bisa membantu rakyat. Secara perlahan saya pun jadi ikut mencontoh papa. Papa saya mengatakan bahwa jika saya suka lawan pejabat dan suka bantu orang miskin, lebih baik jadi pejabat saja karena kita tidak akan pernah punya cukup uang untuk bantu orang miskin. Misalnya 1 milyar kita bagikan kepada masyarakat masing-masing 500 ribu, hanya akan cukup dibagi untuk 2000 orang. Mereka pasti juga akan kembali jadi miskin. Tapi jika saya gunakan 1 milyar itu untuk berpolitik merebut APBD, saya bisa menguasai anggaran APBD (yg juga merupakan uang rakyat) dan dapat membuat kebijakan2 yang bisa mendatangkan KEADILAN SOSIAL. Karena pengalaman pahit pribadi, beban sosial di nurani saya, dan keyakinan di atas, saya putuskan untuk berpolitik.
Benarkah Ahok anti korupsi?
Saya bisa dipilih jadi bupati Belitung Timur (Beltim) setelah hanya 7 bulan jadi DPRD II karena masyarakat melihat saya berbeda.
Saya tidak pernah curi uang dan berbagai dana fiktif di DPRD. Ketika jadi bupati, jika Anda cek kekayaan saya, mungkin saya bupati pertama yang harta kekayaanya setelah jadi bupati malah menurun! Jika saya curi uang selama jadi bupati, saya tidak mungkin bisa menggunakan 200 milyar anggaran APBD Beltim utk melakukan program2 saya yang dianggap orang tidak mungkin dilakukan:
• pendidikan gratis 12 TAHUN,
• pelayanan kesehatan gratis (semua sampai caesar, obat-obatan, ambulance, bahkan santunan kematian) lewat sistem asuransi,
• hot mix jalan sampe ke pedalaman (silahkan datang ke Beltim dan liat sendiri),
• bantuan untuk puluhan bahkan ratusan rumah yang sudah mau roboh,
• dan masih banyak lagi.
Secara logis saja, tidak mungkin saya mampu lakukan apa yang saya lakukan di Beltim dengan APBD 200 milyar jika saya korup uang APBD tersebut. Informasi anggaran pemda sewaktu saya jadi bupati bisa dengan mudah diakses oleh masyarakat. Tanyakan kepada pengusaha-pengusaha dan kontraktor siapa Ahok bupati gila itu, apakah dia korupsi.
Saat saya di DPR, saya selalu transparan terkait dengan gaji yang saya terima dan segala macam keuangan di DPR yang saya ketahui. Semua bisa dilihat di website saya. Saya mungkin satu-satunya pejabat yang paling lantang mendorong pembuktian terbalik harta kekayaan SEMUA PEJABAT NEGARA. Saya siap jadi orang pertama. Semua pejabat negara perlu di cek apakah harta kekayaan dan pajak yang dibayarnya sesuai atau tidak. Jika Anda punya kenalan di politik atau di masyarakat sipil, silahkan tanyakan kepada mereka rekam jejak saya terkait korupsi.
Kasus yang muncul belum lama ini menarik utk diceritakan juga. Beberapa bulan lalu (di tahun 2011) ada orang melaporkan saya ke POLRI bahwa saya merusak hutan lindung di tahun 2001! Padahal yang terjadi adalah bukannya saya menambang di atas hutan lindung tapi justru Departemen kehutanan waktu itu yang seenaknya mempatok daerah yang awalnya sudah ada ijin untuk lahan pasir silika sebagai hutan lindung! Hanya karena perusahaan sawit membabat hutan lindung pantai bakau,dan lucunya mereka justru dpt sertifikat HGU di atas lahan eks Hutan lindung, lokasi pasir saya dijadikan lahan pengganti HL pantai tsb.
Ini penting saya ceritakan karena begitu surat dari Menhut keluar di tahun 2005 (saat saya jadi bupati), SAYA SENDIRI YANG MENCABUT IJIN PENAMBANGAN SAYA yang sebenarnya adalah hasil permainan pejabat brengsek. Intinya: silahkan Anda cek semua yang saya sebutkan di atas, dan nilai sendiri apakah saya pejabat yang bersih.
Silahkan cek juga ke masyarakat di BELTIM yang sudah merasakan langsung kepemimpinan saya disana
Kenapa Ahok seringkali tidak menyelesaikan masa jabatannya alias "loncat-loncat"?
Ini pertanyaan yang paling sering muncul dan jadi serangan lawan politik saya maupun orang yang belum mengenal saya :) . Bagi lawan politik saya, mereka sudah tidak bisa menyerang saya dari sisi integritas dan korupsi, maka inilah yang sering digunakan untuk menjatuhkan saya. Tidak masalah.
Dua hal penting: pertama masalah ambisi, dan kedua, masalah oportunis.
Buat saya seorang manusia perlu punya ambisi untuk bisa sukses. Pertanyaannya, apakah ambisi itu utk kebaikan orang atau kepentingan sendiri. Tuduhan saya sebagai politisi oportunis menurut saya salah alamat. Secara logis kalau tujuan pegang jabatan adalah untuk mengeruk uang sebanyak-banyaknya dan menikmati hidup, lebih enak jadi bupati dulu 10 thn, kemudian baru jadi gubernur 10 thn, dan dpr/dpd 10 thn, jd pas pensiunnya.
Tapi saya masuk ke politik karena punya niat untuk MELAWAN KESEMENA-MENAAN dan PENINDASAN! Ini artinya melawan hampir semua elit. Untuk itu, strategi yang defensif dan menunggu tidak akan beres. Jika saya tidak maju merangsek dan terus melawan ke atas, hari ini saya mungkin sudah sama seperti bupati-bupati lain karena secara tidak langsung saya sudah takut untuk kehilangan jabatan.
Saya melawan ke tingkat gubernur karena saya ada keinginan untuk membuat sistem pensiun (di Beltim saya hanya buat sistem asuransi karena sistem pensiun tidak bisa karena pasar di beltim tidak cukup luas). Tetapi cagub terkuat saat itu tidak setuju sementara si petahana yang tadinya saya dukung dan sudah setuju dengan ide saya malah dijatuhkan di tengah jalan.
Akhirnya saya putuskan melawan meski gagal setelah berhadapan dengan kecurangan yang menurut saya sistemik. Sementara itu pikiran saya, orang-orang idealis harus masuk menguasai eksekutif. Lembaga legislatif seperti DPRD dan DPR harus dijadikan tempat batu loncatan untuk menunjukan integritas kita. Oleh karena itu saya tidak mau berlama-lama di DPR dan mau melawan ke DKI. Ini juga saya dituduh ambisius dan oportunis padahal jika menggunakan logika politik pragmatis dan egoistis, lebih baik saya kembali ke Babel jadi gubernur disana karena berbagai hasil survei menunjukan sayalah kandidat terkuat.
Pertanyaan saya apakah ada politisi seperti saya yang siap melepas sesuatu jabatan tinggi yang sudah hampir pasti di tangan untuk sesuatu yang tidak jelas (bahkan menurut sebagian orang MUSTAHIL)? Silahkan nilai ambisi saya dan silahkan nilai apakah saya oportunis.
Apa alasan mencalonkan diri di Pilgub DKI?
Saya melihat Indonesia betul-betul sudah pada titik persimpangan lagi dan butuh suatu perubahan yang cepat dan menyeluruh. Untuk itu perlu ada contoh satu provinsi untuk bisa jadi model bagi daerah-daerah lain. Jika di Babel, saya melihat sulit karena Babel terlalu kecil dan nanti dianggap tidak bisa dijadikan contoh. Seperti semua program2 saya di Beltim tidak pernah muncul dan tersosialisasi.
Ingat hampir 80% pemberitaan media itu terkait kejadian di Ibukota. Saya juga ingin menunjukan bahwa berpolitik tanpa politik uang tapi dengan mengajar dan mendidik masyarakat bisa berhasil di tempat seperti DKI sekalipun dan ini bisa dijadikan model dan standar berpolitik yang baru! Yang tidak kalah pentingnya adalah saya ingin membuat standard baru bagi seorang pemimpin dan ini bisa dilakukan dengan melakukan perlawanan di DKI. Pemimpin harus bersih (bebas korupsi dan berani buktikan harta dan pajaknya), transparan (siap membuka semua anggaran utk publik), dan profesional (bisa diakses langsung dan setiap saat dengan menyediakan nomor HP pribadinya).
Soal politik uang, apa mungkin bisa menang tanpa politik uang dalam berkampanye?
Pada awalnya saya masuk ke politik di tahun 2004, saya maju dulu sebagai DPRD tingkat II (Kabupaten). Ketika itu hanya 97 orang yang memilih saya. Kenapa? Pertama karena mereka tidak tau siapa saya dan kedua karena saya menolak membagi-bagikan uang. Alhasil ada satu kampung yang tidak pilih saya, bahkan saksi-saksi saya tidak mau pilih saya. Pada satu even kampanye, saya naik ke panggung saya katakan "Anda goblok semua!" karena Anda sebenarnya tidak kenal saya dan siap menukar 5 tahun masa depan Anda dengan baju kaos, sedikit uang atau beras. Beruntung saya terpilih lewat kursi sisa.
Di DPRD II saya tunjukan saya berbeda. Ketika maju jadi bupati, uang kampanye saya tidak lebih dari 700 juta, bisa menang dengan 37,12% suara. Mengapa? Karena masyarakat tau betul siapa saya di DPRD II. Bahkan ketika saya maju jadi gubernur, meski kalah, 63% rakyat di Beltim memilih saya. Saya juga berprinsip, saya mau jadi pejabat karena mau melakukan perlawanan terhadap sistem yang korup, jadi saya tidak khawatir kalo orang tidak mau pilih saya bahkan saya justru meminta mereka mendukung saya dalam bentuk apapun.
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
No comments:
Post a Comment